Di Timor Timur
mushala yang pertama di bangun adalah di daerah Toko Tujuh, Kampung Arab (Desa
Lecidere). Ketika itu sekitar tahun 1712 M, mushala tersebut sering digunakan
sebagai sarana salat Jumat , salat fardu berjamaah, salat Id, atau digunakan
sebagi tempat berkumpul ketika memperingati hari-hari besar Islam walaupun
masih dalam kondisi yang sangat sederhana. Waktu itu, peleaksanaan seluruh
kegiatan masjid masih sangat diwarnai oleh tradisi Hadramaut yang berurat dan
berakar dalam kebiasaan masyarakat sekitarnya hingga kini. Oleh karena itu,
sekarang ini kita masih akan menemukan kebiasaan membaca Barzanji pada setiap
malam Jumat ketika anak diakikahi, dikhitan, ketika doa syukuran, atau ketika
mengadakan walimah pernikahan. Di musahala ini dibacakan juga doa awal dan
tutup tahun pada setiap akhir bulan Zulhijah. Setiap malam Jumat sering juga
diadakan pembacaan doa bagi para arwah umat Islam yang telah meninggal dan
mendoalan agar mereka mendapat tempat di sisi Allah. Ketika masyarakat Islam
Dili dikenalkan wiridan dan ratib al-hadad yang merupakan permohonan keselamatan dan
perlindungan kepada Allah SWT dari berbagai malapetaka. Pada setiap Ramadhan
pun, selain diadakan salat taeawih dan witir, juga diadakan tadarus Al-Quran
bersama. Hari-hari besar Islam pun diperingati secara sedderhana di mushala
dengan membaca Barzaji Maulid yang disertai dengan kumandang zikir dan hadrah
yang dipimpin oleh seorang imam dan dilanjutkan dengan pembacaan riwayat Nabi
Muhammad SAW. Setiap tanggal 10 Muharam diadakan doa Asyura yang diawali puasa
sunnah pada 9 dan 10 Muharram yang dilaksanakan setelah salat magrib. Pada
setiap 15 Syaban atau pada peringatan Nisfu Syaban ada pembacaan doa, salat
sunnah, dan pembacaan surat
Yasin tiga kali berturut-turut. Ketika itu peringatan-peringatan atau tata cara
ibadah imat Islam itu tidak menimbulkan masalah bagi penganut agama lain maupun
bagi kalangan pemerintah Portugal.
MASJID AN-NUR PERIODE INTEGRASI
(1976/1977)
Pada tanggal
17 Juli 1976 terjadilah peristiwa yang sangat dinanti-nantikan, yaitu integrasi
Timor Timur kea lam wilayah Republik Indonesia. Perjuangan seluruh
rakyat Timor Timur yang tak mengenal lelah menghasilkan pemberian kebebasan
kepada rakyat untuk membentuk partai rakyat dan menentukan nasib sMereka
diperbolehkan menyelenggarakan pemilihan umum sehingga rakyat terbagi ke dalam
unsure rakyat yang pro-Portugal dan pro-Indonesia, atau membuat partai tersendiri.
Pada saat-saat
menjelang integrasi, Kampung Alor merupakan basis perjuangan integrasi. Sering
sekali para pemimpin partai, yang ketika itu diketuai oleh Arlando dos reis
Araujo dan Fernando Jose Osorio Soares sebagai wakil presiden partai mengadakan
rapat-rapat partai di Kampung Alor bersama pejuang integrasi dari umat Islam.
Dari Kampung Alor inilah muncul gerakan yang menuntut integrasi, yang kemudian
melahirkan sukarelawan Indonesia.
Bantuan
sukarelawan Indonesia
kembali memulihkan ketenangan masyarakat Dili sehingga rencana pembangunan
masjid An-Nur terlaksana tahun 1976. Masjid kecil itu diperbesar dan ditambah
kubah. Mereka bekerja sama dengan anggota ABRI dari Batalion 501 Brawijaya.
Pengurus masjid An-Nur pun mulai dibentuk di bawah pimpinan H. Salim Musallam
Syagran, sekretaris H. Abdullah Musallam Syagran, dan Ketua Seksi
Pembangunannya Ambarak bin Ahmad Bazhier, dibantu oleh pengurus lainnya.
Selain
menangani berbagai pembanguanan sarana ibadah yang bersifat lahiriah, umat
islam Timor Timur pun berupaya meningkatkan sumber daya umat Islam melalui
peningkatan kualitas pendidikan. Upaya yang dilakukan ketika itu adalah
mengirimkan putra daerah Timor Timur untuk belajar di pondok pesantren Pulau
Jawa. Sebagai realisaasi, pada tahun 1977, pengurus masjid An-Nur yang bekerja
sama dengan Tim Bantuan Teknis Departemen AGAMA Dili dan Bintal Kodahankam Timor
Timur mengirimkan beberapa remajamuslim ke pondok pesantren yang ada di Jakarta
atau di Pulau Jawa.
Setelah
menamatkan pendidikannya, siswa-siswa terpilih tersebut kembali ke Dili.
Sebagian dari mereka melanjutkan ke sekolah umum di Dili, ada juga yang menjadi
pegai negeri. Dan mereka yang menekuni pendidikan tambahan di SPG Negeri Dili
diangkat menjadi guru agama di sekolah Dasar Negeri Dili atau sekolah-sekolah
lainnya.
Dari tahun ke
tahun, berkat pembinaan dari Departeman Agama dan Pemda setempat uyang disertai
semangat dakwah umat Islam dalam membina dan melaksanakan pembangunan bidang
agam, kemajuan umat Islam Dili mulai Nampak. Awal-awal untegrasi digunakan
untuk membangun berbagai sarana keagamaan, hinggga masjid, mushala, madrasah,
dan panti asuhan mulai bermunculan. Kegiatan-kegiatan social pun mulai mereka
garap. Tentu saja semua itu terdorong oleh rasa syukur dan semangat dakwah demi
kemajuan Timor Timur khususnya dan pembangunan Negara Indonesia pada
umumnya. Mereka betul-betul mengisi kemerdekaan yang telah diproklamasikan di
Balibo yang kemudian dikenal Deklarasi Balibo, tanggal 30 November 1975.
MASJID: PUSAT PENDIDIKAN ISLAM
Sekitar tahun
1910 hingga 1916/1917, umat Islam Dili mendatangkan seorang guru dari Atapupu,
Kabupaten Belu (NTT) untuk mengajar di masjid yang dibangun pada periode II
(sekarang berada di Jalan Antonio de Carvalho), Lecidere, Dili. Guru dari
Atapupu itu bernama Ali at-Tamimi yang diberi honor dari sumbangan umat Islam.
Ketika Alu at-Tamimi kembali ke Nusa Tenggara Timur, kegiatan belajar-mengajar
sempat mengalami kevakuman.
Tahun 1926
hingga tahun 1937/1938, umat Islam Dili kembali mendatangkan guru agama. Kali
ini, guru yang didatangkan adalah guru terkenal dari Batavia, Habib Abdurrahman bin Ali al-Habsyi.
Beliau membina madrasah Dili hingga 1938. Pada tahun 1938, beliau kembali ke Batavia untuk kemudian pindah ke Makassar beserta
keluarganya, dan wafat di sana.
Masih tahun
1938, imam masjid An-Nur, Abdullah bin Salim Balafif meninggal dunia sehingga
mulailah musyawarah pengangkatan imam. Hasilnya, H. Hasan Abdullah Balafif
diangkat menjadi imam sekaligus menjadi guru madrasah pengganti Habib
Abdurrahman dari tahun 1938 hingga 1992. Ketika itu, H. Hasan Abdullah Balafif
baru selesai belajar agama di Arab. Beliau pun pernah menjadi imam, khatib, dan
guru mengaji pascaperang Jepang di mushala Loromato (Komoro Dili) yang kemudian
digantikan oleh H. Abdullah Basyarewan karena beliau mendirikan masjid An-Nur
di Kampung Alor tahun 1955/1956. Sejak tahun 1976 hingga 1977 beliau pun
bertugas menjadi imam dan wakil imam di masjid An-Nur hingga kini. Ketika itu
pelajaran yang diberikan adalah Al-Quran, bahasa Arab, bahasa Indonesia
(Melayu), ilmu agama Islam, olah raga, dan praktik salat. Pada tahun 1976/197,
beliau berhenti menjadi guru madrasah karena usia sudah lanjut. Karena itu,
bulan April tahun 1977, pengurus masjid mengontak tenaga guru baru ke Kupang.
Pada
perkembangan selanjutnya, karena jumlah murid semakin membengkak sementara
tenaga pengajar asngat terbatas, pada awal tahun ajaran 1978, H. Abdullah
Basyarewan diangkat sebagai guru Madrasah Diniyah dan H. Hasan Balafif sebagai
Pengawas/Kepala Madrasah. Dengan adanya tenaga tambahan tersebut, kegiatan
belajar-mengajar dan pembagian kelas menjadi agak teratur. H. Abdullah Basyarewan
mengajar TK serta SD kelas I, II, III dalam satu ruangan, kemudian ruangan
mereka disebut ruangan I. Penulis mengajar kelas gabungan dari kelas
IV hingga kelas VI dalam ruangan lain yang disebut ruangan II.
Pada
pertengahan tahun 1978, pengurus membuka Taman Kanak-Kanak agar tidak
mengganggu anak-anak SD dengan pimpinan H. Abdullah Basyarewan. Kesulitan
tenaga pengajar menyebabkan pengurus madrasah meminta bantuan Rahimah Daeng
untuk menjadi guru Bantu di Taman Kanak-Kanak. Namun guru bantu itu berhenti
karena merasa terlalu berat jika harus mengajar di Taman Kanak-Kanak. Pengawas
atau kepala sekolah, H. Hasan Balafuf bertugas mengawasi kegiatan
belajar-mengajar dan membantu kami dalam pelajaran praktik salat.
PERKEMBANGAN MADRASAH DINIYAH
AN-NUR
Sejak tahun
1977 hingga 1979, Madrasah Diniyah An-Nur mulai menunjukan perkembangan karena
hanya An-Nur-lah satu-satunya madrasah tempat menggodok generasi muda di Timor
Timur. Dengan demikian, fasilitas dari umat Islam Dili selalu mengalir. ANak
didik sering mendapatkan bantuan alat-alt tulis. Sekitar tahun 1978, madrasah
pun sempat memperoleh bantuan jam dinding dan sejumlah alat tulis dari Istri
Panglima Kodahankam Timor Timur. Kanwil Departemen Penerangan Provinsi Timor
Timur pernah memberikan pesawat televise; Kwartir Nasional Pramuka memberikan
kitab terjemahan AL_Quran senyak 30 Juz, pakaian seragam pramuka, terjemah Juz
Amma, serta kelengkapan lainnya.
Berkat
keuletan pengurus masjid An-Nur, secara bertahap Madrasah Diniyah An-Nur
ditingkatkan menjadi Madrasah Ibtidaiyah dan pada tahun-tahun berikutnya
berhasil membuka Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah dengan tenaga pengajar baru
dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dili. Dengan demikian, madrasah yang
terdapat di Timor Timur adalah Madrasah Ibtidaiyah Swasta, Taman Kanak-Kanak,
Nadrsah Tsanawiyah, Madrash Aliyah, dan madrasah yang khusus mempelajari
Al-Quran (TPA). Kepala Madrasah, TK, dan TPA ayang ada di lingkungan Yayasan
An-Nur adalah Usman Humole (Madrasah Ibtidaiyah); Roefi’af (Madrasah Tsanawiyah);
H. Ghairil Asrori Yahya (Madrasah Aliyah); serta Hj. Faizah al-Hamidi, B.A.
(Taman Kanak-Kanak dan TPA).
Selain
madrasah yang telah disebutkan di atas, Yayasan An-Nur pun mendirikan Taman
Kanak-Kanak Paralel di Maliana Kabupaten Bobonaro yang dikepalai oleh Ainur
Rafiq. Selain itu, Yayasan An-Nur pun mendatangkan dai-dai dari Jawa melalui
Yayasan Masjid Al-Falah Surabaya dan Dewan Dakwah Islamiah Jakarta. Mereka yang
tiba di Dili tahun 1981 adalah H. Sumitro Mangku Sasmito, M. Abidin, Subchan,
Abu Salamah, Yazud Saleh, Syafi’in Nur Alim, Ahmad Muhtadi, M. Rois, Abdul
hamid Alvin, Ahwan, Fauzi Ridwan, Maftabah, Ainur Rafiq, Ashari Rabun, M.
Juamidi, Roefi’an, dan lain-lain. Para dai itu
dating dating dalam tiga tahap, yaitu tahun 1981, 1983, 1985. Selain itu,
siswa-siswa yang dahulu dikirim ke pondok pesantren Sulawesi Selatan, Jawa, dan
lain-lainnya, telah berdatangan dan diangkat sebagai dai atau guru agama di
madrasah-madrasah Timor Timur.
Dirangkum dari :
JUDUL BUKU : ISLAM DI TIMOR TIMUR
PENULIS : AMBARAK A. BAZHER
PENERBIT : GEMA INSANI PRESS
Jl. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391 – 7984392 – 7988593
Fax. (021) 7984388
CETAKAN : Pertama, Dzulhijjah 1415 H – Mei 1995 M
ISBN : 979–561–319-7
HALAMAN : 142 halaman