Oleh : Mas Indriyanto
Allah
Swt. berfirman dalam Q.S. At Tahrim : 6 yaitu
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.
Ayat ini memumjukkann perintah dati
Allah Swt. kepada orang-orang beriman agar mendidik dirinya dan keluarganya
agar terbebas dari siksa neraka. Begitu dahsyatnya perintah ini. Ternyata pendidikan
yang dilakukan seseorang terhadap keluarganya akan berujung pada surge atau
neraka. Hal ini haruslah kita sadari bahwa ternyata dalam mendidik keluarga
(memelihara dari api neraka) haruslah memiliki konsep yang matang. Layaknya profesi
lainnya yang harus membutuhkan skill,
maka sebagai orangtua haruslah memiliki kemampuan pula dalam mendidik
anak-anaknya.
Hal
yang perlu kirta sadari bahwa menjadi orangtua tidak hanya takdir namun juga
sebagai pembuktian eksistensi kita kepada Allah Swt. Bagaimana ia bisa
dikatakan orangtua sedangkan ia tidak pernah mendidik anaknya atau tidak
memperhatikannya.
Sungguh sangat miris ketika ada
orangtua yang mengatakan kepada anak-anak mereka dengan sebutan yang tidak
baik. Misalkan: anak nakal, anak tidak tahu sopan santun, atau bahkan anak
setan. Nastaghfirullah, semoga Allah mengampuni dosa-dosa orang tua yang telah
berbuat demikian dan memberinya hidayah dan taufik.
Dari Abu Hurairoh, ia berkata, Rasulallah saw
bersabda,
“Tidaklah seorang anak dilahirkan kecuali
dalam keadaan fitrah. Lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi,
Nashrani, dan Majusi, sebagaimana dilahirkannya binatang ternak dengan
sempurna, apakah padanya terdapat telinga yang terpotong atau kecacatan
lainnya?. Kemudian Abu Hurairoh membaca, Jika engkau mau hendaklah baca,
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus.
(Hadits tersebut ditakhrij oleh Bukhori,
Muslim, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Mardawaeh)
Dan diperkuat lagi dalam Q.S. At Tin: 4
“ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya “.
Anak-anak
kita adalah masterpiece produk
sempurna dari Zat Yang Mahasempurna. Mereka pun masih dalm keadaan suci
(fitrah) hingga masa akhil baligh
(mampu menentukan baik dan buruk). Maka rasanya tidak pantas ketika ada manusia
sempurna lagi suci kemudian kita labelisasi dengan kata-kata negatif. Anak-anak
kecil pun memiliki pola duplicating
activities (meniru tindakan) yang kuat. Jika anak kita telah dicap “nakal”,
maka jangan salahkan anak jikalau perilakunya sering menyimpang. Karena ia
merasa sebagai anak nakal bukan anak baik, maka pantaslah berbuat demikian.
Satu hal yang
menjadi catatan bagi kita dalam mendidik keluarga (anak) aalah kesabaran. Allah
Swt. berfirman:
“ dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki
kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”. Q.S. Taha: 132
Semoga kita mampu
menjadi insane yang beriman dan mampu memelihara diri kita an keluarga kita
dari api neraka.
Tips dari saya:
1. Perbanyaklah kuantitas pertemuan dengan anggota
keluarga Anda, namun jangan sampai melalikan dari Allah Swt. Q.S. Al Munafiqun:
9.
2. Berilah apresiasi positif terhadap perkembangan
anggota keluarga (khususnya anak) yang menunjukkan ke arah positif.
3. Berdoalah kepada Allah Swt. terhadap usaha dan harapan
Anda kepada keluarga.
4. Niatkan diri sebagai investasi akhirat.
“Apabila manusia telah mati, terputuslah amalannya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Demikian pula sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah r.a.:
“Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di jannah, kemudian ia berkata: ‘Wahai Rabbku, dari mana ini?’ Maka Allah berfirman: ‘Dengan sebab istighfar (permintaan ampun) anakmu untukmu’.” (HR. Ahmad)